Konsep Fithrah Manusia dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam

 

Konsep Fithrah Manusia dan Implikasinya Dalam Pendidikan Islam

 

Oleh:

Asep Pahrudin

Abstract

All human beings are born in a holy state and have the same potential. That is the essence of human nature. Education parental and the environment are the main factors that determine the direction of human life in the future. The concept of fitrah is not identical with the tabula rasa theory. John Locke's theory only considers that humans are pure white like a paper that has not been crossed out. Fitrah sees humans as more than just a white and clean paper, but in nature there is a potential that is owned by humans. That potential is the power or strength to accept religion or Tauhid. The implication is that Islamic education must be an effort aimed at developing the maximum potential of human nature so that humans have the ability to create something that is beneficial to themselves, society and their environment.

 

Keywords: Human Fitharh and Implication of Islamic Education

Abstrak

Semua manusia dilahirkan dalam keadaan suci dan memiliki potensi yang sama. Itulah hakekat fitrah manusia.  Pendidikan orang tua dan lingkungan merupakan faktor utama yang menentukan arah kehidupan manusia dimasa depan. Konsep fitrah tidaklah identik dengan teori tabula rasa. Tteori John Locke hanya memandang bahwa manusia itu putih bersih ibarat kertas belum dicoret. Fitrah memandang manusia lebih dari sekedar kertas putih dan bersih, melainkan dalam fitrah terdapat potensi yang dimiliki oleh manusia. Potensi itu adalah daya atau kekuatan untuk menerima agama atau Tauhid. Implikasinya pendidikan islam harus merupakan upaya yang ditujukan ke arah pengembangan potensi fitrah manusia secara maksimal sehingga manusia memiliki berkemampuan menciptakan sesuatu yang bermanfaat bagi diri, masyarakat dan lingkungannya.

 

 

Kata Kunci: Fithrah Manusia dan Implikasi Pendidikan Islam

 

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat pundamental dalam kehidupan manusia. Karena pendidikan merupakan sebuah upaya untuk membina dan mengembangkan aspek-aspek jasmani dan rohani dalam pribadi manusia. Pendidikan membutuhkan sebuah proses yang serius dan berkelanjutan. Adapun proses yang ditempuh tersebut harus yang terarah dan bertujuan dalam rangka mengoptimalikan potensi atau kemampuan manusia (peserta didik) agar terbentuk kepribadian manusia yang potensial dan memberikan manfaat untuk dirinya dan orang lain dalam menjalankan kewajiban perintah Allah SWT.

Dalam dunia pendidikan, pendidikan Islam sangatlah penting karena pada hakikatnya tujuan pendidikan terfokus pada tiga bagian. Pertama, terbentuknya insan al-kamil (manusia paripurna) yang memiliki akhlak qur’ani. Kedua, terciptanya insan yang kaffah dalam dimensi agama, budaya, dan ilmu. Ketiga, penyadaran fungsi manusia sebagai hamba Allah (‘abdullah) dan wakil Tuhan di muka bumi (khalifah fil ardh).(Heri Gunawan, 2014: 14)

       Insan kamil ialah manusia yang sempurna dari segi wujud dan pengetahuannya. Kesempurnaan dari segi wujudnya ialah karena dia merupakan manifestasi sempurna dari citra Tuhan, yang pada dirinya tercermin nama-nama dan sifat Tuhan secara utuh. Al-Jili membagi insan kamil atas tiga tingkatan. Tingkat pertama disebutnya sebagai tingkat permulaan (al-bidayah). Pada tingkat ini insan kamil mulai dapat merealisasikan asma dan sifat-sifat Ilahi pada dirinya. Tingkat kedua adalah tingkat menengah (attawasut). Pada tingkat ini insan kamil sebagai orbit kehalusan sifat kemanusiaan yang terkait dengan realitas kasih Tuhan (al-haqaiq ar-rahmaniyah). Dan Tingkat ketiga ialah tingkat terakhir (al-khitam). Pada tingkat ini insan kamil telah dapat merealisasikan citra Tuhan secara utuh.Insan kamil jika dilihat dari segi fisik biologisnya tidak berbeda dengan manusia lainnya. Namun dari segi mental spiritual ia memiliki kualitas-kualitas yang jauh lebih tinggi dan sempurna dibanding manusia lain. Karena kualitas dan kesempurnaan itulah Tuhan menjadikan insan kamil sebagai khalifah-Nya.(Mahmud et al., 2014)

       Kata kaffah di dalam al-Qur’an terdapat satu kali yaitu dalam QS. al-Baqarah ayat 208, dan Islam secara menyeluruh di dalam al-Qur’an terdapat dalam surat al-Baqarah ayat 208, surat an-Nisa’ ayat 125, surat al-An’am ayat 153 dan 162. Untuk memahami makna Islam secara kaffah (menyeluruh), peneliti mengambil penafsiran dan pemahaman Ibnu Katsir terkait dengan Islam dalam Tafsir Ibnu Katsir. Adapun alasan-alasan mengangkat tokoh Ibnu Katsir antara lain, pertama, ia merupakan salah satu ulama kontemporer yang sangat berpengaruh di Indonesia sehingga akan lebih mudah untuk memahami kontekstualisasi antara Islam dengan lingkungan dengan masyarakat muslim Indonesia. Kedua, pemikiran Ibnu Katsir di bidang tafsir banyak dikenal dan diikuti oleh masyarakat Indonesia karena dalam menafsirkan al-Qur’an ia menggunakan bahasa yang sederhana, ringan, dan mudah dimengerti baik oleh kalangan akademisi maupun masyarakat umum.(Ratna Sari, 2019)

           Konsep fithrah manusia merupakan suatau konsep dimana suatu potensi atau kemampuan dasar yang ada dalam diri manusia dapat dikembangkan sesuai ajaran yang dianutnya. Sehingga melalui pendidikan kemampuan atau potensi yang menjadi fitrahnya tersebut diarahkan dan dikembangkan sesuai dengan nilai-nilai pendidikan islam. Ada beberapa permasalahan yang sering muncul dalam pendidikan belakangan ini, hal ini dapat disebabkan berbagai faktor diantaranya faktor lingkunagn yang kuarng mendukung, pengawasan orang tua yang cenderung membiarkan anknya terlena dalam dunia gadget / media sosial, sistem pendidikan yang kurang baik, kurangnya pemahaman terhadap tujuan pendidikan itu sendiri, paham-paham yang dapat merusak dari arti pendidikan itu sendiri dan lain sebagainya. Oleh karean itu, agar dapat memahami arti penting dari tujuan pendidikan yang sesungguhnya, diperlukannya suatu pemahaman tentang konsep pendidikan yang baik, hal ini agar dapat mendukung berjalannya sistem pendidikan yang dapat menyeimbangkan aspek intelektual dan spiritual peseta didik.

       Secara umum pada diri manusia terdapat dua unsur yaitu jasmani dan rohani. Potensi-potensi yang ada dalam dirinya tersebut inilah merupakan unsur rohani. Dalam  mengembangkan potensi jasmani manusia dapat ditumbuh kembangkan dengan makanan dan lain sebagainya yang dibutuhkan tubuh. Namun untuk mengembangkan potensi rohani dalam diri manusia tersebut memerlukan sesuatu yang dapat membangkitkan jiwa dan fitrah manusia sesuai dengan tujuan hidup manusia, sehingga manusia tidak berjalan buta di dunia ini.

     Dalam hal ini manusia membutuhkan bimbingan atau pendidikan yang dapat mengarahkan manusia sesuai dengan fitrahnya. Sehingga pendidikan mempunyai peranan penting dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pendidikan berarti mengembangkan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi. Untuk dapat melangsungkan hidupnya manusia senantiasa berusaha untuk mengembangkan akal dan segala potensi di dalam dirinya.(Hasan Langgulung, 2003)

Berasarkan pendapat di atas menjelaskan bahwa setiap manusia terlahir semuanya dalam keadaan fithrah. oleh karena itu fithrah yang dimiliki harus dijaga dan dipelihara agar tidak terjadi penyimpangan. Karena sejak awal manusia diciptakan merupakan mahluk yang mempunyai kelebihan dan keunikan masing  masing yang diberikan dari Allah SWT.

METODE  PENELITIAN

        Metode yang digunakan dalam penulisan artikel ini yaitu menggunakan metode studi riset kepustakaan ( Library research ), kemudian dianalisis dengan menggunakan metode analisis isi ( content analysis ) yakni berupa deskriptif analistik dengan terlebih dahulu mengumpulkan data dari berbgai sumber seperti buku - buku dan artikel jurnal pendidikan yang isinya memliki korelasi dengan judul artikel ini (Konsep fithrah manusia dan implikasinya dalam pendidikan islam ).

          Penulis juga menggunakan aplikasi mendeley  untuk memepermudah dalam pengeloaan referensi dan pengambilan sumber materi dalam pencarian buku, jurnal dan artikel atau bacaan-bacaan lainnya yang mendukung dalam penulisan ini. Setelah menemukan fakta-fakta yang telah sesuai dengan bahan penelitian, selanjutnya dilakukan langkah analasis deskriptif dan interpretasi data untuk mengungkapkan pendapat-pendapat yang ada juga tambahan pengetahuan dari penulis yang bersumber dari buku, jurnal dan artikel yang berkaitan dengan topik artikel ini.

HASIL DAN PEMBAHASAN

         Pada dasarnya setiap anak telah diciptakan Allah sesuai dengan fitrahnya yaitu cendrung pada kebenaran. Bimbingan lebih merupakan suatu proses pemberian bantuan terus menerus dari pembimbing agar tercapai kemandirian dalam pemahaman diri, pengarahan diri dan perwujudan diri dalam mencapai tujuan singkat perkembangan yang optimal dan penyesuaian diri dengan lingkungannya.(Ahmad Zayadi, 2005: 52)

       Manusia sebagai mahkluk yang dianugerahi akal, manusia cenderung mencari hakikat dirinya di atas muka bumi. Dalam Alquran surah Ar-Rum ayat ke-30, Allah SWT sudah mengisyaratkan tentang fitrah kemanusiaan.

فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفًاۗ فِطْرَتَ اللّٰهِ الَّتِيْ فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَاۗ لَا تَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللّٰهِ ۗذٰلِكَ الدِّيْنُ الْقَيِّمُۙ وَلٰكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لَا يَعْلَمُوْنَۙ

Artinya : Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Islam); (sesuai) fitrah Allah disebabkan Dia telah menciptakan manusia menurut (fitrah) itu. Tidak ada perubahan pada ciptaan Allah. (Itulah) agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.(Prof. H. Soenarjo, 1971).

        Menurut Prof  Yunahar Ilyas dalam bukunya Tipologi Manusia Menurut Al-Qur’an,  mengikuti pendapat Ibnu Katsir dalam kitab Mukhtashar Tafsir Ibn Katsir II. Dalam membahas ayat Alquran tersebut, Ibnu Katsir menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah bertuhan. Fitrah itu, lanjut Yunahar, hanyalah potensi dasar yang harus terus dipelihara dan dikembangkan, sejak seorang manusia keluar dari rahim ibunya. Maka sejak dari itu, peran orang tua menjadi begitu penting.  Di dalam suatu hadits riwayat Imam Bukhari dan Imam Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda, "Setiap manusia dilahirkan ibunya di atas fitrah. Kedua orang tuanya yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi.(Tipologi Manusia Menurut Al-Qur’an - Google Books, n.d.)

            Implikasinya bahwa dalam pandangan Islam, kuncinya orang tua mesti menumbuh kembangkan anak mereka agar tetap memegang teguh Tauhid. Lebih dari itu mereka juga semestinya terus berupaya menjadikan anak-anaknya menjadi muslim yang baik, yang dapat menjadi kebanggaan Rasulullah SAW, di dunia dan akhirat kelak. Begitu lahir di dunia, anak-anak diumpamakan kertas putih / tabula rasa. Itu adalah ungkapan dari bahasa Latin yang berarti 'kertas kosong.' Maknanya, anak-anak menyimpan potensi untuk menjadi pribadi yang baik dan terus bertauhid di masa depan.

          Salah satu konsep penting dalam pendidikan Islam adalah konsep Fitrah. Konsep fitrah tidaklah identik dengan teori tabula rasa. Sebab, Teori tabula rasa – yang dikemukakan oleh John Locke – memandang bahwa manusia itu putih bersih, ibarat kertas belum dicoret. Lingkungan dan pendidikanlah yang memberikan warna pada kertas tersebut. Sebaliknya, fitrah memandang manusia lebih dari sekedar kertas putih dan bersih, melainkan dalam fitrah terdapat potensi yang terbawa oleh manusia. Potensi itu adalah daya atau kekuatan untuk menerima agama atau Tauhid. Oleh karena itu, lingkungan dan pendidikan memiliki peran strategis dalam mengembangkan fitrah manusia. Akhirnya, fitrah yang terdidik dengan baik akan menjadikan dirinya sebagai generasi bangsa yang cinta damai, inklusif dan terus bersaing (continous improvement).(Pransiska et al., 2016)

        Ada satu kisah yang terkandung dalam hadits riwayat Ibn Jarir, tentang betapa tingginya perhatian Rasulullah SAW terkait hal itu. Seperti dituturkan Al-Aswad ibn Sari’ dari Bani Sa’ad, yang mengikuti empat peperangan bersama Nabi SAW. Dalam suatu peperangan, segelintir bagian dari pasukan Islam kedapatan membunuh anak-anak. Tindakan itu mereka lakukan setelah membunuh pasukan musuh. Tatkala berita itu sampai kepada Rasulullah SAW, beliau SAW sangat marah. “Kenapa mereka membunuh anak-anak?” tanya Nabi SAW dengan nada keras. Salah seorang dari mereka menjawab, “Ya Rasulullah, bukankah mereka itu anak-anak kaum musyrikin?”  "Yang terbaik di antara kalian pun juga anak-anak kaum musyrikin. Ketahuilah bahwa tidaklah seorang pun dilahirkan kecuali dilahirkan dalam keadaan fitrah. Dia akan tetap dalam fitrahnya itu sampai lisannya sendiri mengubahnya. Maka kedua orang tuanya-lah yang meyahudikan dan menasranikannya," jelas Rasulullah SAW, sama sekali tidak membenarkan perbuatan mereka itu. Sebagaiman rosulullah bersaba alam sebuah hadist:

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ أَوْ يُمَجِّسَانِهِ.  (رواه  البخاري)

                    Artinya: Dari Abu Hurairah ra. bahwasanya Nabi Saw. bersabda: Tiap-tiap anak yang baru lahir dalam keadaan fitrah, maka ibu bapaknyalah yang menjadikan anaknya Yahudi, Nasrani atau Majusi. (HR. Bukhari).(Imam bukhari, n.d.)

        Kata Fitrah berasal dari akar kata (bahasa) Arab, fathara, mashdarnya adalah fathrun. Akar kata tersebut berarti dia memegang dengan erat, memecah, membelah, mengoyak-koyak atau meretakkannya. Perhatikan penggunaan bentuk pertamanya, fatharahu (Dia telah menciptakannya); yakni, Dia menyebabkannya ada secara baru, untuk pertama kalinya. Dengan demikian kata fâthirus samâwâti berarti Sang Pencipta langit.(Ibnu Manzhur, 1988: 1109-1109)

        Louis Ma’luf dalam kamus Al-Munjid, menyebutkan bahwa fitrah adalah sifat yang ada pada setiap yang ada pada awal penciptaannya, sifat alami manusia, agama, sunnah. Sedangkan Menurut imam Al-Maraghi, fitrah adalah kondisi dimana allah menciptakan manusia yang menghadapkan dirinya kepada kebenaran dan kesiapan untuk menggunakan pikirannya.(Azyumardi Azra, Dkk, 2002: 23)

     Ibnu Taimiyah membagi fitrah manusia menjadi dua macam, yaitu: Pertama, Fitrah al-Munazzalah. Fitrah luar yang masuk pada diri manusia, fitrah ini berupa petunjuk Alquran dan As-Sunnah, yang digunakan sebagai kendali dan pembimbing bagi fitrah al-Gharizah. Kedua, Fitrah al-Gharizah. Fitrah inheren dalam diri manusia yang memberi daya akal (quwwah al-‘aqal), yang berguna untuk mengembangkan potensi dasar manusia.(Arifin, 2003: 13)

       Manusia dalam perspektif Islam akan tetap dilahirkan dalam keadaan fithrah, yaitu suci, bersih, bebas dari segala dosa, dan memiliki kecenderungan sikap menerima agama, iman, dan tauhid. Manusia menjadi baik atau buruknya adalah akibat faktor pendidikan dan lingkungan, bukan kepada tabiat aslinya.(Mualimin, 2017)

       Menurut Jalaluddin, manusia memiliki beberapa potensi utama yang secara fitrah dianugerahkan Allah kepada manusia sebagai implikasi fithrah manusia, yaitu :

 a). Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah) Hidayat al-Ghariziyat (potensi naluriah) Yaitu dorongan primer yang berfungsi untuk memelihara keutuhan dan kelanjutan setiap manusia. Diantara dorongan tersebut berupa instink untuk memelihara diri, seperti makan, minum, penyesuaian tubuh terhadap lingkungan dan sebagainya.

 b). Hidayatu al-Hassiyat (potensi inderawi)

     Hidayatu al-Hassiyat (potensi inderawi) Potensi inderawi erat kaitannya dengan peluang manusia untuk saling mengenal sesuatu diluar dari dirinya. Melaui alat indera penglihatan, penciuman, pendengaran, perasa, peraba dan lain-lain

 c). Hidayat al-Aqliyyat (potensi akal) Potensi akal memberi kemampuan pada manusia untuk memahami simbol-simbol, hal-hal yang abstrak, menganalisa, membandingkan maupun membuat kesimpulan dan dapat memilih hal yang benar atau salah. Akal juga dapat mendorong manusia berkreasi dan berinovasi dalam menciptakan kebudayaan serta peradaban.

d). Hidayat al-Diniyyat (potensi keagamaan) Pada diri manusia sudah ada dorongan keagamaan yaitu dorongan untuk mengabdi kepada sesuatu yang lebih tinggi, yaitu Tuhan yang menciptakan alam semesta beserta isinya.(Jalaludin, 2001)

                Implikasi lain dari fithrah manusia adalah  pendidikan Islam yang diarahkan untuk bertumpu pada tauhid. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan hubungan yang mengikat manusia dengan Allah Swt. Apa saja yang dipelajari anak didik seharusnya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip tauhid. Untuk itu kurikulum pendidikan Islam harus menekankan pada konsep tauhid ini.(Mujib, 1993)

          Bagaimana cara mengembangkan potensi-potensi (fitrah) ini dalam pendidikan Islam, menurut Dr. Jalaluddin dapat dilakukan dengan berbagai cara dan pendekatan yaitu :

1). Pendekatan Filosofis.

             Pendekatan ini mengacu pada hakikat penciptaan manusia itu sendiri yaitu sebagai makhluk ciptaan Allah (Q.S. 51:56). Dalam filsafat pendidikan Islam nilai-nilai ilahiyat merupakan nilai-nilai yang mengandung kebenaran hakiki. Berdasarkan hal ini, pengembangan potensi manusia diarahkan untuk memenuhi jawaban yang mengacu pada permasalahan yang menyangkut pengabdian kepada Allah. Sedangkan ungkapan rasa syukur digambarkan dalam bentuk penghayatan terhadap nilai-nilai akhlak yang terkandung didalamnya serta mampu diimplementasikan dalam sikap dan prilaku, lahiriah maupun batiniah. Kesadaran seperti ini timbul atas dorongan dari dalam bukan atas pengaruh luar.

 2). Pendekatan kronologi.

           Pendekatan kronologis yaitu pendekatan yang didasarkan atas proses perkembangan melalui tahapan-tahapan. Manusia dipandang sebagai makhluk yang evolutif. Disadari bahwa manusia bukan makhluk siap jadi, yakni setelah lahir langsung menjadi dewasa. Manusia adalah makhluk yang berkembang secara evolusi. Namun bukan dalam arti evolusi dari teori Darwin yang mengidentifikasikan manusia berasal dari genus yang sama dengan simpanse. Dalam hal ini adalah manusia sejak lahir menginjak dewasa, perkembangan manusia melalui periodisasi.

3). Pendekatan fungsional.

           Setiap potensi yang dianugerahkan Allah kepada manusia tentunya diarahkan untuk dimanfaatkan. Tuhan sebagai Pencipta, mustahil menciptakan sesuatu tanpa tujuan, hingga terkesan mengadakan sesuatu yang sia-sia. Semua yang diciptakannya mempunyai tujuan, termasuk yang berkaitan dengan penciptaan potensi manusia. Melalui pendekatan fungsional, dimaksudkan bahwa pengembangan potensi manusia dilihat dalam kaitannya dengan fungsi-fungsi potensi itu masing-masing. Dorongan naluriah, seperti makan dan minum dikembangkan dengan tujuan agar manusia dapat memlihara kelanjutan hidup manusia. Dengan menggunakan pendekatan ini diharapkan agar arah perkembangan potensi yang ada pada manusia tidak menjadi sia-sia. Dan kaitannya dengan fungsi manusia sebagai mengabdi (menyembah) Allah dengan setia dan ikhlas.

 4). Pendekatan sosial.

           Manusia pada konsep al-Nas lebih ditekankan pada statusnya sebagai makhluk sosial. Berdasarkan pendekatan ini, manusia dilihat sebagai makhluk yang memiliki dorongan untuk hidup berkelompok dan bermasyarakat. Melalui pendekatan sosial, peserta didik dibina dan dibimbing sehingga potensi yang dimilikinya, yaitu sebagai makhluk sosial, dapat tersalur dan sekaligus terarah pada nilai-nilai yang positif.(Jalaludin, 2001)

           Pendekatan di atas merupakan bagian dari cara mengenali potensi fithrah manusia agar potensi yang dimiliki oleh setiap manusia dapat diolah sebaik mungkin agar menjadi pribadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT. Agar fitrah manusia tetap terpeliharan dan tetap pada posisinya, maka dibutuhkan Pendidikan Islam. Karena dalam proses Pendidikan Islam terdapat komponen-komponen seperti; Pendidik, Metode Pendidikan Islam, Media pendidikan Islam, dan Materi Pendidikan Islam yang dapat memelihara serta mengembangkan fitrah atau potensi yang telah ada pada diri setiap manusia yang telah dibawanya sejak lahir.

        Ilmu pengetahuan merupakan salah satu kebutuhan fitrah manusia karena dengan ilmu pengetahuan, secara sadar atau tidak, manusia akan memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mempertahankan kehidupannya.(Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat, 2009: 238)

          Pendidikan dalam keluarga merupakan aspek penting dalam pembentukan perilaku seseorang. Pada umumnya pendidikan dalam keluarga dilakukan dengan menanamkan nilai-nilai agama, etika yang meliputi budi perkerti, cara, tingkah laku yang harus dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.(Djaelani STIAKIN, 2013)

         Dengan demikian pendidikan dalam lingkungan keluarga sangat utama didalam mendidik anak. Setiap anak memiliki fithrah yang sama untuk digali dan dikembangkan sesuai potensi yang tersmbunyi pada setiap manusia. Potensi tersebut dioleh melalui pendidikan yang diterima oleh manusia untuk menwujukan manusia yang memiliki ahlak budi pekerti yang luhur dan memiliki keterampilan hidup dimasa depan. 

     

SIMPULAN

       Berdasarkan uraian dan penjelasan di atas tentang konsep fithrah manusia dan implikasi dalam pendidikan Islam, setidaknya penulis dapat menyimpulkan beberapa poin penting sebagai berikut:

 Pertama, setiap manusia dilahirkan dalam keadaan suci memiliki fithrah yang sama dan peluang yang sama didalam menentukan sifat dan bentuk kehidupannnya kedepan.

 Kedua, Segenap fitrah manusia yang berupa potensi takwa selain diusahakan agar tumbuh dan berkembang, mesti dan perlu untuk juga dididik dan diarahkan. Karena pengaruh orang tua (mewakili lingkungan berupa pergaulan, bacaan, pendidikan, dan lain sebagainya) dapat mempengaruhi manusia menjadi buruk, jahat dan seterusnya.

Ketiga, Apabila anak mempunyai sifat dasar yang dipandang sebagai pembawaan jahat, upaya pendidikan adalah mendidik, mengarahkan dan memfokuskan untuk menghilangkan serta menggantikan atau setidak-tidaknya mengurangi elemen-elemen kejahatan tersebut.

 Keempat, Konsep fitrah tidaklah identik dengan teori tabula rasa. Sebab, Teori tabula rasa yang dikemukakan oleh John Locke memandang bahwa manusia itu putih bersih, ibarat kertas belum dicoret. Lingkungan dan pendidikanlah yang memberikan warna pada kertas tersebut. Sebaliknya, fitrah memandang manusia lebih dari sekedar kertas putih dan bersih, melainkan dalam fitrah terdapat potensi yang terbawa oleh manusia. Potensi itu adalah daya atau kekuatan untuk menerima agama atau Tauhid

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zayadi, A. M. (2005). Tadzkirah, Pembelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) berdasarkan pendekatan kontekstua. Raja Grapindo Persada.

Arifin, H. (2003). Ilmu Pendidikan Islam Tinjauan Teoris Dan Prakris. PT. Bumi Aksara.

Azyumardi Azra, Dkk. (2002). Pendidikan Agama Islam Pada Perguruan Tinggi Umum. Departemen Agama Republik Indonesia.

Beni Ahmad Saebani dan Hendra Akhdiyat. (2009). Ilmu Pendidikan Islam. Pustaka Setia.

Djaelani STIAKIN, Hm. (2013). PERAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM DALAM KELUARGA DAN MASYARAKAT. In Jurnal Ilmiah WIDYA (Vol. 100, Issue 2). https://e-journal.jurwidyakop3.com/index.php/jurnal-ilmiah/article/view/140

Hasan Langgulung. (2003). Asas - Asas Pendiikan Islam. Pustaka Al Husna Baru.

Heri Gunawan. (2014). Pendidikan Islam: Kajian Teoritis dan Pemikiran Tokoh. Remaja Rosdakarya.

Ibnu Manzhur. (1988). Lisan Al-Arab Al-Muhith Al‘Alayali. Daru Lisan Al- Arab.

Imam bukhari, J. I. (n.d.). Shaheh Bukhari. Darul Ma’taban, Asya’biah.

Jalaludin. (2001). Teologi Pendiikan. Rajawali Press.

Mahmud, A., Aqidah, J., Filsafat, D., Ushuluddin, F., Islam, U., Alauddin, N., Alamat, M., Btn, :, Permai, P.-P., & Gowa, B. B. (2014). INSAN KAMIL PERSPEKTIF IBNU ARABI. In Sulesana: Jurnal Wawasan Keislaman (Vol. 9, Issue 2). https://doi.org/10.24252/.V9I2.1297

Mualimin, M. (2017). KONSEP FITRAH MANUSIA DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM Mualimin. Al-Tadzkiyyah: Jurnal Pendidikan Islam, 8(2), 249–266. http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/tadzkiyyah/article/view/2130

Mujib. (1993). Pemikiran Pendidikan Islam (kajian Filosofik dan kerangka Operasionalnya. Trigenda.

Pransiska, T., Sunan, U., & Yogyakarta, K. (2016). KONSEPSI FITRAH MANUSIA DALAM PERSPEKTIF ISLAM DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM KONTEMPORER. In Jurnal Ilmiah DIDAKTIKA Agustus (Vol. 17, Issue 1). https://www.jurnal.ar-raniry.ac.id/index.php/didaktika/article/view/1586

Prof. H. Soenarjo. (1971). Al-Qur’an dan Terjemahnya. Mahkota Surabaya.

Ratna Sari, R. (2019). Islam Kaffah Menurut Pandangan Ibnu Katsir. Ishlah:  Jurnal Ilmu Ushuluddin, Adab Dan Dakwah, 1(2), 132–151. https://doi.org/10.32939/ishlah.v1i2.46

Tipologi manusia menurut al-qur’an - Google Books. (n.d.). Retrieved March 15, 2021, from https://www.google.co.id/books/edition/Tipologi_manusia_menurut_al_qur_an/8NnWOgAACAAJ?hl=id

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Tugas Host “(Operator Plus)” dan Moderator di Ruang Zoom Meeting

Kenapa membaca doa dari ayat Al-Qur'an tidak menggunakan tajwid?

Khutbah sholat gerhana(bahasa sunda)