Menyikapi Perbedaan Pendapat Antara Yang Melarang dan Yang Menganjurkan Sholat Tahiyatul Masjid Ketika Khotib Sedang Khutbah Jum'at

Didalam memahami teks Al-Qur'an dan Alhadist, sejak zaman dahulu sudah terbiasa terjadi perbedaan pendapat setelah wafatnya Rasulullah Muhammad Saw. Karena ketika nabi masih hidup, segala permasalahan dapat ditanyakan langsung dan mendapatkan jawabannya. Setelah Nabi wafat, perbedaan pendapat tentang berbagai permasalahan yang berkaitan dengan ibadah terjadi perbedaan pendapat di kalangan para sahabat, para ulama terdahulu hingga para ulama masa kini. 
  Seperti perbedaan pendapat tentang pelaksanaan sholat tahiyatul masjid ketika khotib Khutbah, masih menjadi permasalahan yang diperdebatkan.
   Pada dasarnya melaksanakan sholat tahiyatul masjid itu disunnahkan, sebagaimana hadis di bawah ini

إِذَا دَخَلَ أَحَدُكُمْ الْمَسْجِدَ فَلْيَرْكَعْ رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ يَجْلِسَ

Artinya: "Jika salah seorang dari kalian masuk masjid, janganlah duduk sehingga sholat dua rakaat."(HR Bukhari dan Muslim).

  Ketika nabi lagi Khutbah, sholat sunah tahiyatul masjid pada suatu saat pernah dilarang secara tidak langsung oleh nabi seperti yang dialami oleh salah seorang sahabat yang terlambat datang, sebagaimana hadis di bawah ini

جَاءَ رَجُلٌ يَتَخَطَّى رِقَابَ النَّاسِ يَوْمَ اْلجُمُعَةِ وَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْطُبُ فَقَالَ اجْلِسْ فَقَدْ آذَيْتَ وَ اَنَيْتَ. (رواه أبو داود و النسائي)

Artinya: “Seorang datang (masuk masjid) melangkahi duduk orang lain pada hari Jum’at, sedang Nabi saw berkhutbah, maka beliau bersabda; ‘Duduklah engkau, sesungguhnya engkau telah menyakiti dan terlambat’.” (HR. Abu Dawud dan an-Nasa’i)

Hadis ini menjelaskan ketika orang-orang lagi duduk mengikuti Khutbah Jum'at, tiba-tiba datang seseorang ketika Khutbah berlangsung. Nabi menyuruh orang tersebut duduk tidak melewati orang duduk yang sedang mengikuti Khutbah, hal ini mengisyaratkan agar orang yang baru datang ketika khotib Khutbah tidak melangkahi orang yang duduk, yang sedang mengikuti Khutbah. Nabi menyuruh duduk. Hal ini otomatis orang tersebut tidak melakukan apapun, termasuk " tidak melakukan sholat tahiyatul masjid." Hal ini yang menjadi dasar pendapat yang melarang melakukan sholat tahiyatul masjid bagi yang terlambat datang ketika Khutbah berlangsung.

Tetapi pada suatu saat yang berbeda, nabi juga pernah menganjurkan sholat tahiyatul masjid kepada salah seorang sahabat yang terlambat datang ketika Khutbah berlangsung. Sebagaimana hadis di bawah ini

عن جابر بن عبد الله رضي الله عنهما قال: دخل رجل يوم الجمعة   والنبي صلى الله عليه وسلم يخطب. فقال: “صليت يا فلان؟”, قال: لا قال: “قم فاركع ركعتين


Dari sahabat Jabir bin Abdullah ra berkata, “datang seorang lelaki pada hari Jum'at dan Rasulullah akan berkhtubah, rosul bertanya terhadap orang tersebut : Wahai kisanak, apakah kau telah salat?’ Orang itu menjawab, ‘belum.’ rosul berkata lagi; ‘Berdirilah lalu salatlah dua rakaat,’.” (HR. Bukhari & Muslim)
(Kita bulugul maram)

 Berdasarkan dari 2 hadist yang berbeda di atas, untuk menjaga kekhusu an Khutbah, untuk menjaga konsentrasi khotib dan jama'ah Jum'at, agar tidak terganggu oleh orang yang terlambat datang pas khotib lagi Khutbah, sebaiknya tidak melakukan sholat tahiyatul masjid. Jika mau (kekeuh) mau sholat tahiyatul masjid ketika khotib Khutbah, sebaiknya lakukan di serambi masjid (tidak di dalam masjid)

_idza taarudu wajib wal sunah, falyuqodamu alwajib_


Jika bertentangan antara melakukan hal yang wajib dan sunah dalam waktu yang bersamaan, dahulukan melakukan hal yang wajib.

  Mengikuti dan menyimak Khutbah itu wajib, Karena bagian dari rukun Jum'at _(alkhutbatani rok'ataini minaldzuhri)_
Khutbah dua itu merupakan pengganti dua rokaat dari shoat Dzuhur. Adapun 2 rokaat lagi dari sholat Jum'at.
Jika orang tidak mengikuti dan menyimak Khutbah dengan lengkap, "sama dengan tidak melakukan 2 rokaat pengganti Dzuhur"
 Maka orang tersebut di anjurkan setelah sholat Jum'at, sholat duhur 4 raka'at (sholat i'adah).
     i‘âdah berarti mengulangi shalat. Penjelasan lebih rinci diberikan oleh Mustafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ‘ala Madzhabi Imam al-Syafi’i (Surabaya: Al-Fithrah, 2000), juz I, hal. 110:
 أما الإعادة: فهي أن يؤدي صلاة من الصلوات المكتوبة، ثم يرى فيها نقصاً أو خللً في الآداب أو المكملات، فيعيدها على وجه لا يكون فيها ذلك النقص أو الخلل.

 “Adapun i‘âdah ialah
 ketika seseorang telah melaksanakan shalat fardhu, namun kemudian melihat ada cacat atau cela dalam kesempurnaan ataupun tata krama shalat, dan selanjutnya ia melaksanakan kembali shalat tersebut menurut tata cara yang tidak ada cela ataupun cacat.”
    Dari keterangan di atas, bisa kita pahami bahwa sholat i‘âdah dilaksanakan bukan karena shalat yang telah dilakukan tidak sah, namun karena ada ketidaksempurnaan saja. Contohnya ketika dalam mengikuti sholat Jum'at, seseorang tidak mengikuti Khutbah, atau tidak menyimak Khutbah secara utuh. Maka dianjurkan melakukan sholat i'adah (melakukan sholat Dzuhur 4 raka'at). Karena Khutbah Jum'at merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari sholat Jum'at. Karena seperti yang di sampaikan di atas bahwa Khutbah Jum'at itu merupakan "bagian dari pengganti 2 rakaat shalat Dzuhur"  
      Hukum i‘âdah ini adalah sunnah karena hal demikian pernah dianjurkan oleh Rasulullah sebagaimana gambaran yang diberikan dalam hadits riwayat Imam Turmudzi No. 219:
   “Bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam shalat shubuh berjamaah, kemudian beliau melihat ada dua lelaki yang tidak shalat bersama beliau, lantas beliau bertanya, ‘Apa yang mencegah kalian berdua shalat bersama kami?’ Dijawab, “Wahai Rasulullah, kami sudah melaksanakan shalat dalam perjalanan.’ Rasulullah berkata, ‘Kenapa tidak? Jika kalian sudah shalat dalam perjalanan, kemudian menemui masjid yang di dalamnya ada jamaah shalat, maka shalatlah bersama mereka, karena yang demikian ini sunnah untuk kalian lakukan’.”

Waalohu a'lam bissowab 🙏🙏

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perbedaan Tugas Host “(Operator Plus)” dan Moderator di Ruang Zoom Meeting

Kenapa membaca doa dari ayat Al-Qur'an tidak menggunakan tajwid?

Khutbah sholat gerhana(bahasa sunda)